25 Film Terbaik Sepanjang Masa (11-15)

Minggu, 13 Februari 2011


11. Tiga Dara (1956)
Sutradara: Usmar Ismail
Pemain: Mieke Wijaya, Chitra Dewi, Indriati Iskak)
Produksi: Perfini
Tiga Dara ditasbihkan jadi film karya Usmar Ismail yang paling dikenal orang banyak -- mungkin karena ini film pop, bukan film berat berisi perjuangan revolusi atau kritik sosial. Tiga Dara mengisahkan kehidupan 3 perempuan kakak-beradik berikut suka-duka mereka (hubungan saudara yang kerap ribut-ribut kecil sampai problem dengan lelaki). Saat diedarkan dahulu Tiga Dara tergolong film laris di era 1950-an. Akting tiga bintang utamanya (Mieke Wijaya, Chitra Dewi, dan Indriati Iskak) sulit dilupakan. Ketiganya cantik-cantik dan muda. Mereka juga bermain bagus, diselingi nyanyian merdu (ini film musikal). Yang membuatnya abadi, flm ini masih enak ditonton hingga kini. Pantas rasanya bila Tiga Dara jadi penanda kultural untuk film remaja dari sebuah era (1950-an).

12. Si Doel Anak Betawi (1973)
Sutradara: Sjuman Djaya
Pemain: Rano Karno, Tino Karno, Dewi Rosaria Indah, Tutie Kirana
Produksi: PT Matari Film
Saat karya sastra diangkat ke layar lebar-di antaranya Salah Asuhan (1972)-Sjuman Djaya memilih mengadaptasi novel Aman Datoek Madjoindo berjudul Si Doel Anak Betawi. Ini cerita seputar suka-duka kehidupan Doel, seorang anak Betawi asli. Doel diperani Rano Karno saat masih kecil. Suka duka kehidupan Doel yang mencari figur ayah (setelah ditinggal mati ayahnya), melawan kerasnya hidup (ia harus membantu ibunya berjualan kue buat menyambung hidup), sampai menghadapi tekanan anak-anak nakal terekam baik. Dalam buku Katalog Film Indonesia, JB Kristanto menilai Si Doel Anak Betawi sebagai film anak-anak "yang boleh dikatakan berhasil. Suasana riang novel bisa teralihkan ke film." Di akhir film, Sjuman menekankan kalau Doel bersekolah-sebagai pesan untuk memutus lingkaran anak Betawi yang tak berpendidikan formal. Ini juga sebagai peletak buat film lanjutannya, Si Doel Anak Modern (1976). Saat Si Doel (diperani Benyamin S), karena mengenyam pendidikan, telah jadi pria modern.  

13. Kampus Biru (1976)
Sutradara: Ami Prijono
Pemain: Roy Marten, Rae Sita, Yatie Octavia, Farouk Afero
Produksi: PT Safari Sinar Sakti Film
Sebelum Kampus Biru, Roy Marten main dua film yang kurang sukses di pasaran -- Bobby (1974) dan Rahasia Gadis (1975). Nah, baru di Kampus Biru Roy menemukan momentum jadi bintang idola. "Inilah titik balik dalam perjalanan karier saya," ujarnya suatu kali pada Bintang. Roy benar. Kampus Biru sukses besar (terlaris ketiga pada 1976, ditonton 168.456). Selain Roy, Rae Sita juga dipuji habis. Salim Said amat memuji akting Rae. Di matanya, Rae Sita adalah Dra. Yusnita sebenarnya. Yustina diceritakan sebagai dosen perawan tua di "kampus biru", sebutan buat Universitas Gajah Mada, yang terlibat cinta dengan mahasiswanya, Anton (Roy). Ini sebuah tema berani. Ami Prijono, sang sutradara, mengangkatnya dari novel populer Ashadi Siregar. Menurut antropolog Karl G. Heider, Kampus Biru disebut sebagai film Indonesia pertama dengan adegan ciuman di bibir secara penuh. Selain itu pula, Kampus Biru juga dicatat sebagai film pertama yang merekam utuh kehidupan kampus. Hingga ia jadi tontonan wajib mahasiswa atau mantan mahasiswa masa itu.

14. Doea Tanda Mata (1984)
Sutradara: Teguh Karya
Pemain: Alex Komang, Jenny Rachman, Sylvia Widiantono
Produksi: PT Citra Jaya Film
Nasionalisme jadi tema besar yang diusung Doea Tanda Mata. Dalam film ini Teguh Karya mengajak merenungkan kembali makna kemurnian perjuangan. Ada seorang lelaki bernama Goenadi (Alex Komang) yang terombang-ambing antara dua wanita dan pemihakan kepada bangsa sendiri atau musuh -- dalam suasana pergerakan pemuda Indonesia 1930-an. Kritikus film Marselli Sumarno menyebut Doea Tanda Mata punya cerita yang mengalir runut tapi disertai gejolak. Teguh menuturkan kisahnya mirip pembagian babak yang menyerupai naik-turunnya layar di panggung teater. Semua itu didukung gambar-gambar  dinamik sorotan George Kamarullah. Dengan tata artistik sempurna khas Teguh, Doea Tanda Mata dikenang sebagai film yang oleh JB Kristanto "luput dari cacat umum film Indonesia, yakni inkonsistensi dan ke-tidaktaatasas-an."   

15. Si Doel Anak Modern (1976)
Sutradara: Sjuman Djaya
Pemain: Benyamin S, Achmad Albar, Christine Hakim, Tutie Kirana
Produksi: PT Matari Artis Film
Jakarta yang berkembang jadi kota metropolitan -- meninggalkan tradisi Betawi sebagai akarnya -- dilirik sutradara Sjuman Djaya dengan amat jenial lewat Si Doel Anak Modern. Sjuman tak membuat film sedih berisi kejamnya ibu kota. Melainkan bereksplorasi dengan geger budaya yang dialami orang Betawi asli di tengah belantara metropolitan Jakarta. Ini sekuel film Sjuman yang lain, Si Doel Anak Betawi (1973). Kalau pada film pertama Sjuman menyutradarai berdasar novel aslinya, pada film lanjutannya Sjuman berdialektika atas pikirannya sendiri. Ia mengusung tema besar, apa yang terjadi saat orang yang masih memegang tadisi lama bersentuhan dengan kehidupan modern? Kegagapan apa yang terjadi? Yang membuat Si Doel Anak Modern jadi karya besar lantaran pilihan Sjuman untuk menyampaikan pesannya dengan cara komedi. Film ini jadi tak berisi uraian berat filsafat, tapi kelucuan demi kelucuan yang dilakoni Benyamin S, pemeran Si Doel. Syahdan, saat menjadi modern, Si Doel yang anak Betawi itu makan dengan sendok garpu, lebih suka pakai motor Jepang, sampai memilih potongan rambut kribo. 

0 komentar:

Posting Komentar