6. Arisan! (2003)
Sutradara: Nia DiNata
Pemain: Tora Sudiro, Cut Mini, Aida Nurmala, Surya Saputra
Produksi: Kalyana Shira Film
Untuk ukuran tahun 2000-an sekarang, Arisan! paling tepat ditunjuk sebagai film yang menelanjangi kehidupan di zamannya. Tanpa tedeng aling-aling, Arisan! menampilkan problematika hidup kaum borjuis Jakarta. Ada perselingkuhan, dilema cinta sesama jenis, hingga upaya mempertahankan nilai-nilai keluarga. Semuanya campur-aduk dalam balutan komedi segar. Kepiawaian sang sutradara, Nia DiNata, menggarap realitas ini mengingatkan kita pada kemampuan senada yang dimiliki sutradara besar lain macam Sjuman Djaya atau Asrul Sani. Nia tak cuma menghibur, ia juga mengajak penonton untuk jujur pada diri sendiri. Pesannya jelas, kehidupan kaum jetset Jakarta dipenuhi topeng alias kemunafikan. Arisan! juga jadi darah segar saat perfilman kita yang bangkit lagi dipenuhi film remaja dan horor. Di luar itu, Arisan! yang jadi film terbaik FFI 2004 ini juga melahirkan bintang baru. Tora Sudiro (pemeran Sakti yang gay) namanya.
Sutradara: Nia DiNata
Pemain: Tora Sudiro, Cut Mini, Aida Nurmala, Surya Saputra
Produksi: Kalyana Shira Film
Untuk ukuran tahun 2000-an sekarang, Arisan! paling tepat ditunjuk sebagai film yang menelanjangi kehidupan di zamannya. Tanpa tedeng aling-aling, Arisan! menampilkan problematika hidup kaum borjuis Jakarta. Ada perselingkuhan, dilema cinta sesama jenis, hingga upaya mempertahankan nilai-nilai keluarga. Semuanya campur-aduk dalam balutan komedi segar. Kepiawaian sang sutradara, Nia DiNata, menggarap realitas ini mengingatkan kita pada kemampuan senada yang dimiliki sutradara besar lain macam Sjuman Djaya atau Asrul Sani. Nia tak cuma menghibur, ia juga mengajak penonton untuk jujur pada diri sendiri. Pesannya jelas, kehidupan kaum jetset Jakarta dipenuhi topeng alias kemunafikan. Arisan! juga jadi darah segar saat perfilman kita yang bangkit lagi dipenuhi film remaja dan horor. Di luar itu, Arisan! yang jadi film terbaik FFI 2004 ini juga melahirkan bintang baru. Tora Sudiro (pemeran Sakti yang gay) namanya.
7. November 1828 (1978)
Sutradara: Teguh Karya
Pemain: Maruli Sitompul, Yenni Rachman, Slamet Rahardjo, Sunarti, El Manik
Produksi: PT Intersindo, PT Gemini Satria Film, PT Garuda Film
Untuk ukuran tahun itu, penghujung 1970-an, November 1828 ditasbihkan sebagai film termahal. Film itu tak kurang menelan dana 240 juta rupiah buat memproduksinya. Dana yang dihabiskan utamanya digunakan untuk membuat seting semirip zaman yang ingin diceritakan dalam film -- awal abad ke-19. Film ini melibatkan beberapa tokoh sejarah buat jadi penasihat, tukang jahit, dan entah siapa lagi buat menghidupkan realitas yang terjadi dua abad lalu. Uniknya, segala tetek bengek artistik itu tak dipakai buat banyak adegan kolosal. November 1828 bukanlah jenis film itu. Ia sebuah drama di tengah medan perang. Filmnya bertutur seputar pengepungan di rumah keluarga Kromoludiro (Maruli Sitompul), pengikut setia Sentot Prawirodirdjo, otak perang Pangeran Diponegoro. Dalam rumah itu berbagai drama yang menguras kemampuan akting setiap pemainnya berlangsung. Ada drama seputar dilema memilih menyerah pada penjajah -- lantaran keselamatan keluarga terancam -- atau berpegang teguh pada prinsip perjuangan mengusir penjajah.
Sutradara: Teguh Karya
Pemain: Maruli Sitompul, Yenni Rachman, Slamet Rahardjo, Sunarti, El Manik
Produksi: PT Intersindo, PT Gemini Satria Film, PT Garuda Film
Untuk ukuran tahun itu, penghujung 1970-an, November 1828 ditasbihkan sebagai film termahal. Film itu tak kurang menelan dana 240 juta rupiah buat memproduksinya. Dana yang dihabiskan utamanya digunakan untuk membuat seting semirip zaman yang ingin diceritakan dalam film -- awal abad ke-19. Film ini melibatkan beberapa tokoh sejarah buat jadi penasihat, tukang jahit, dan entah siapa lagi buat menghidupkan realitas yang terjadi dua abad lalu. Uniknya, segala tetek bengek artistik itu tak dipakai buat banyak adegan kolosal. November 1828 bukanlah jenis film itu. Ia sebuah drama di tengah medan perang. Filmnya bertutur seputar pengepungan di rumah keluarga Kromoludiro (Maruli Sitompul), pengikut setia Sentot Prawirodirdjo, otak perang Pangeran Diponegoro. Dalam rumah itu berbagai drama yang menguras kemampuan akting setiap pemainnya berlangsung. Ada drama seputar dilema memilih menyerah pada penjajah -- lantaran keselamatan keluarga terancam -- atau berpegang teguh pada prinsip perjuangan mengusir penjajah.
8. Gie (2005)
Sutradara: Riri Riza
Pemain: Nicholas Saputra, Sita Nursanti, Wulan Guritno, Thomas Nawilis
Produksi: Miles Productions
Soe Hok Gie, aktivis mahasiswa 1960-an, telah jadi sosok bak pahlawan. Pandangan dan kisah hidupnya memikat Mira Lesmana dan Riri Riza, pemilik Miles Productions. Keduanya lantas menggagas buat mengangkat kisah hidup Gie ke layar lebar. Hasilnya jadilah Gie. Akor ganteng Nicholas Saputra didapuk memerankan Soe Hok Gie. Tentu tampang Nico yang ganteng tak mirip Gie asli, akan tetapi ia bisa berakting (buktinya Nico diganjar FFI 2005 buat aktor terbaik). Selain itu, film ini punya gagasan lebih besar dari sekadar mengisahkan kisah hidup sosok Gie. Yakni bagaimana seorang yang ikut berjuang menumbangkan rezim korup, malah menemukan rezim korup baru. Teman-temannya semasa aktivis juga ikutan korup. Gie jadi sosok kesepian. Sebuah gagasan yang mengingatkan kita pada mahakarya Usmar Ismail, Lewat Djam Malam (1954).
Sutradara: Riri Riza
Pemain: Nicholas Saputra, Sita Nursanti, Wulan Guritno, Thomas Nawilis
Produksi: Miles Productions
Soe Hok Gie, aktivis mahasiswa 1960-an, telah jadi sosok bak pahlawan. Pandangan dan kisah hidupnya memikat Mira Lesmana dan Riri Riza, pemilik Miles Productions. Keduanya lantas menggagas buat mengangkat kisah hidup Gie ke layar lebar. Hasilnya jadilah Gie. Akor ganteng Nicholas Saputra didapuk memerankan Soe Hok Gie. Tentu tampang Nico yang ganteng tak mirip Gie asli, akan tetapi ia bisa berakting (buktinya Nico diganjar FFI 2005 buat aktor terbaik). Selain itu, film ini punya gagasan lebih besar dari sekadar mengisahkan kisah hidup sosok Gie. Yakni bagaimana seorang yang ikut berjuang menumbangkan rezim korup, malah menemukan rezim korup baru. Teman-temannya semasa aktivis juga ikutan korup. Gie jadi sosok kesepian. Sebuah gagasan yang mengingatkan kita pada mahakarya Usmar Ismail, Lewat Djam Malam (1954).
9. Taksi (1990)
Sutradara: Arifin C. Noer
Pemain: Rano Karno, Meriam Bellina, Nani Widjaja,
Produksi: PT Raviman Film
JB Kristanto, penulis buku Katalog Film Nasional, menyebut Taksi sebagai akhir petualangan dan kegenitan sutradaranya, Arifin C. Noer. Kalau di film-film sebelumnya Arifin bergenit-genit ria mengusung tema besar dengan penggarapan kolosal (Serangan Fajar, Pengkhinatan G-30-SPKI, dan Jakarta 1966), lewat Taksi Arifin tampil sederhana. Tapi justru saat sederhana itu film yang ia hasilkan amat baik. Kristanto menulis, "puisi dan wajah Indonesia yang selalu ingin diraihnya malah muncul." Taksi tampil sarat makna tanpa mesti menggurui dan membodohi penonton. Proses pencarian jati diri Giyon (Rano Karno), sang supir taksi yang sarjana filsafat dan penumpangnya, Dessy (Merriam Bellina), atas makna hidup berlangsung seadanya -- dan justru memikat.
Sutradara: Arifin C. Noer
Pemain: Rano Karno, Meriam Bellina, Nani Widjaja,
Produksi: PT Raviman Film
JB Kristanto, penulis buku Katalog Film Nasional, menyebut Taksi sebagai akhir petualangan dan kegenitan sutradaranya, Arifin C. Noer. Kalau di film-film sebelumnya Arifin bergenit-genit ria mengusung tema besar dengan penggarapan kolosal (Serangan Fajar, Pengkhinatan G-30-SPKI, dan Jakarta 1966), lewat Taksi Arifin tampil sederhana. Tapi justru saat sederhana itu film yang ia hasilkan amat baik. Kristanto menulis, "puisi dan wajah Indonesia yang selalu ingin diraihnya malah muncul." Taksi tampil sarat makna tanpa mesti menggurui dan membodohi penonton. Proses pencarian jati diri Giyon (Rano Karno), sang supir taksi yang sarjana filsafat dan penumpangnya, Dessy (Merriam Bellina), atas makna hidup berlangsung seadanya -- dan justru memikat.
10. Ibunda (1986)
Sutradara: Teguh Karya
Pemain: Tuti Indra Malaon, Alex Komang, Ayu Azhari, Niniek L Karim
Produksi: PT Satria Perkasa Esthetika Film, PT Sufin
Ibunda boleh dibilang puncak pencapaian Teguh Karya atas persoalan sehari-hari. Usai berpeluh mengangkat tema besar seperti nasionalisme dalam November 1828 atau Doea Tanda Mata, Teguh seolah kembali ke bumi, mengangkat tema yang bisa saja dialami orang kebanyakan. Ibunda punya cerita sederhana. Seputar kisah seorang ibu (Tuti Indra Malaon) yang menemukan anak-anaknya disesaki masalah pelik masing-masing. Selain ceritanya sederhana, Ibunda tampil dengan dialog wajar, pas, dan, dalam bahasa Salim Said, "tanpa tanda seru yang meminta perhatian." Tapi di sinilah justru letak keunggulan Ibunda. Salim melengkapi pujiannya atas Ibunda dengan, "cerita yang baik, skenario yang bagus, dan penyutradaraan yang teliti telah menemukan bentuknya lewat pemain yang tampil sempurna."
Sutradara: Teguh Karya
Pemain: Tuti Indra Malaon, Alex Komang, Ayu Azhari, Niniek L Karim
Produksi: PT Satria Perkasa Esthetika Film, PT Sufin
Ibunda boleh dibilang puncak pencapaian Teguh Karya atas persoalan sehari-hari. Usai berpeluh mengangkat tema besar seperti nasionalisme dalam November 1828 atau Doea Tanda Mata, Teguh seolah kembali ke bumi, mengangkat tema yang bisa saja dialami orang kebanyakan. Ibunda punya cerita sederhana. Seputar kisah seorang ibu (Tuti Indra Malaon) yang menemukan anak-anaknya disesaki masalah pelik masing-masing. Selain ceritanya sederhana, Ibunda tampil dengan dialog wajar, pas, dan, dalam bahasa Salim Said, "tanpa tanda seru yang meminta perhatian." Tapi di sinilah justru letak keunggulan Ibunda. Salim melengkapi pujiannya atas Ibunda dengan, "cerita yang baik, skenario yang bagus, dan penyutradaraan yang teliti telah menemukan bentuknya lewat pemain yang tampil sempurna."
0 komentar:
Posting Komentar