16. Petualangan Sherina (1999)
Sutradara: Riri Riza
Pemain: Sherina Munaf, Derby Romero, Uci Nurul, Mathias Muchus
Produksi: Miles Productions
Sebuah tontonan yang mengingatkan kita pada Home Alone (1990). Kala anak kecil mempecundangi orang dewasa. Petualangan Sherina jadi film besar lantaran dianggap sebagai penanda kebangkitan perfilman nasional. Sebelum Petualangan Sherina, bioskop tanah air melulu diisi film esek-esek. Baru setelah film ini datang, orangtua mengantre mengajak anaknya ke bioskop. Petualangan Sherina bertahan di bioskop selama berminggu-minggu. Film karya Riri Riza ini mampu mengundang 1,6 juta penonton ke bioskop. Jika Petualangan Sherina bukan film menarik, penontonnya mungkin tak sebanyak itu. Pada kenyataannya, sebagai karya sinema Petualangan Sherina bukanlah film buruk. Riri mampu bercerita dengan lancar diselingi lagu-lagu Sherina -- ini film musikal.
Sutradara: Riri Riza
Pemain: Sherina Munaf, Derby Romero, Uci Nurul, Mathias Muchus
Produksi: Miles Productions
Sebuah tontonan yang mengingatkan kita pada Home Alone (1990). Kala anak kecil mempecundangi orang dewasa. Petualangan Sherina jadi film besar lantaran dianggap sebagai penanda kebangkitan perfilman nasional. Sebelum Petualangan Sherina, bioskop tanah air melulu diisi film esek-esek. Baru setelah film ini datang, orangtua mengantre mengajak anaknya ke bioskop. Petualangan Sherina bertahan di bioskop selama berminggu-minggu. Film karya Riri Riza ini mampu mengundang 1,6 juta penonton ke bioskop. Jika Petualangan Sherina bukan film menarik, penontonnya mungkin tak sebanyak itu. Pada kenyataannya, sebagai karya sinema Petualangan Sherina bukanlah film buruk. Riri mampu bercerita dengan lancar diselingi lagu-lagu Sherina -- ini film musikal.
17. Daun di Atas Bantal (1997)
Sutradara: Garin Nugroho
Pemain: Christine Hakim, Kahncil, Sugeng, Heru, Sarah Azhari
Produksi: PT Chritine Hakim Film
Garin Nugroho disebut-sebut sebagai salah satu sineas pembaharu negeri ini. Ia lahir menjelang film nasional mati suri dan diisi film-film seks semata. Garin hadir membuat film yang lain. Ia mengoptimalkan bahasa gambar untuk bertutur. Akan tetapi, hasilnya film Garin sering tak dimengerti penonton kebanyakan. Sementara itu, di lain pihak, film-filmnya justru menuai puja-puji dan mengoleksi beragam penghargaan dari festival film di banyak negara. Nah, baru lewat Daun di Atas Bantal Garin bertutur dalam bahasa yang lebih dimengerti penonton. Filmnya lenier. Tak mengumbar metafor atau gambar puitik yang bikin bingung. Sebaliknya, Garin justru menampilkan sisi kehidupan anak jalanan dengan menarik. Realitas anak jalanan (yang dibintangi anak jalanan sungguhan, bukan aktor) hadir memikat buat penonton bioskop yang sebagian besar kelas menengah kota.
Sutradara: Garin Nugroho
Pemain: Christine Hakim, Kahncil, Sugeng, Heru, Sarah Azhari
Produksi: PT Chritine Hakim Film
Garin Nugroho disebut-sebut sebagai salah satu sineas pembaharu negeri ini. Ia lahir menjelang film nasional mati suri dan diisi film-film seks semata. Garin hadir membuat film yang lain. Ia mengoptimalkan bahasa gambar untuk bertutur. Akan tetapi, hasilnya film Garin sering tak dimengerti penonton kebanyakan. Sementara itu, di lain pihak, film-filmnya justru menuai puja-puji dan mengoleksi beragam penghargaan dari festival film di banyak negara. Nah, baru lewat Daun di Atas Bantal Garin bertutur dalam bahasa yang lebih dimengerti penonton. Filmnya lenier. Tak mengumbar metafor atau gambar puitik yang bikin bingung. Sebaliknya, Garin justru menampilkan sisi kehidupan anak jalanan dengan menarik. Realitas anak jalanan (yang dibintangi anak jalanan sungguhan, bukan aktor) hadir memikat buat penonton bioskop yang sebagian besar kelas menengah kota.
18. Pacar Ketinggalan Kereta (1988)
Sutradara: Teguh Karya
Pemain: Tuti Indra Malaon, Alex Komang, Nurul Arifin, Ongky Alexander
Produksi: NV Perfini
Pacar Ketinggalan Kereta boleh jadi sebuah kompromi dari Teguh Karya atas selera masyarakat. Setelah bertahun-tahun membuat film serius macam November 1828 (1979) sampai Ibunda (1986), Teguh bersikap lumer. Kisah yang ia ceritakan lebih mudah dipahami. Selain itu, Teguh juga berkompromi menggunakan aktor-aktor yang tengah populer -- meski tetap mengandalkan bintang andalannya semisal Tuti Indra Malaon atau Alex Komang. Pilihannya jatuh pada Ongky Alexander, tenar lewat Catatan Si Boy, dan Nurul Arifin. Hebatnya, walau mencoba kompromi, Teguh tak mengabaikan kualitas filmnya. Jurus andalannya: teliti menata artistik film sampai mengontrol gerak pemain tetap kelihatan. Walhasil, Pacar Ketinggalan Kereta mendominasi ajang FFI 1989 (memboyong 8 Piala Citra).
Sutradara: Teguh Karya
Pemain: Tuti Indra Malaon, Alex Komang, Nurul Arifin, Ongky Alexander
Produksi: NV Perfini
Pacar Ketinggalan Kereta boleh jadi sebuah kompromi dari Teguh Karya atas selera masyarakat. Setelah bertahun-tahun membuat film serius macam November 1828 (1979) sampai Ibunda (1986), Teguh bersikap lumer. Kisah yang ia ceritakan lebih mudah dipahami. Selain itu, Teguh juga berkompromi menggunakan aktor-aktor yang tengah populer -- meski tetap mengandalkan bintang andalannya semisal Tuti Indra Malaon atau Alex Komang. Pilihannya jatuh pada Ongky Alexander, tenar lewat Catatan Si Boy, dan Nurul Arifin. Hebatnya, walau mencoba kompromi, Teguh tak mengabaikan kualitas filmnya. Jurus andalannya: teliti menata artistik film sampai mengontrol gerak pemain tetap kelihatan. Walhasil, Pacar Ketinggalan Kereta mendominasi ajang FFI 1989 (memboyong 8 Piala Citra).
19. Cinta Pertama (1973)
Sutradara: Teguh Karya
Pemain: Slamet Rahardjo, Christine Hakim, Kusno Soedjarwadi
Produksi: PT Jelajah Film
Christine Hakim lahir sebagai bintang film lewat Cinta Pertama. Buat ukuran bintang film saat itu, sosok Christine jauh dari ideal. Tubuhnya terbilang kurus. Sementara, di era itu wanita yang dicari buat jadi bintang film mestilah cantik dan berbadan bahenol. Kendati tak masuk ukuran, Christine mampu membuktikan diri kalau dirinya bisa berakting gemilang (ia diganjar Piala Citra di FFI 1974 untuk perannya). Filmnya sukses besar, ditonton banyak orang sekaligus menggondol Piala Citra (selain buat Christine) untuk film, sinematografi, musik, dan untuk Teguh Karya sebagai sutradara terbaik. Cinta Pertama unggul lantaran tak melulu berisi cerita cinta mendayu-dayu, tapi juga dipadu ketegangan yang melibatkan tembak-menembak di ujung film. Lewat Cinta Pertama, Teguh Karya membuktikan diri tak cuma bisa membuat film yang dipuji kritikus, tapi juga disukai penonton.
Sutradara: Teguh Karya
Pemain: Slamet Rahardjo, Christine Hakim, Kusno Soedjarwadi
Produksi: PT Jelajah Film
Christine Hakim lahir sebagai bintang film lewat Cinta Pertama. Buat ukuran bintang film saat itu, sosok Christine jauh dari ideal. Tubuhnya terbilang kurus. Sementara, di era itu wanita yang dicari buat jadi bintang film mestilah cantik dan berbadan bahenol. Kendati tak masuk ukuran, Christine mampu membuktikan diri kalau dirinya bisa berakting gemilang (ia diganjar Piala Citra di FFI 1974 untuk perannya). Filmnya sukses besar, ditonton banyak orang sekaligus menggondol Piala Citra (selain buat Christine) untuk film, sinematografi, musik, dan untuk Teguh Karya sebagai sutradara terbaik. Cinta Pertama unggul lantaran tak melulu berisi cerita cinta mendayu-dayu, tapi juga dipadu ketegangan yang melibatkan tembak-menembak di ujung film. Lewat Cinta Pertama, Teguh Karya membuktikan diri tak cuma bisa membuat film yang dipuji kritikus, tapi juga disukai penonton.
20. Si Mamad (1973)
Sutradara: Sjuman Djaya
Pemain: Mang Udel, Rina Hassim, Aedy Moward, Ernie Djohan
Produksi: PT Matari Film
Sjuman Djaya menunjukkan sikap sosialnya lewat Si Mamad. Ia mengusung sebuah kisah komikal yang nyaris jadi tragedi. Sebuah tragikomik, begitu kira-kira sebutannya. Kisahnya seputar Mamad (Mang Udel) yang mengalami kesulitan hidup, lantas melakukan korupsi kecil-kecilan di kantonya. Sebagai orang kecil yang tak pernah berbuat tak jujur sebelumnya, Mamad amat merasa bersalah. Sebuah sikap yang kontras dengan sikap para petinggi yang sudah korupsi besar-besaran malah berlaku seolah tanpa dosa. Sebuah kritik sosial yang tetap aktual hingga kini. Yang membuat film ini punya nilai lebih, bila dilirik dari tahun kelahirannya, di awal Orde Baru. Buat ukuran tahun itu, kritik sosial macam begini terhitung jarang. Sjuman membalutnya jadi suguhan komedi. Sebuah langkah yang tak cuma aman, melainkan juga cerdas.
Sutradara: Sjuman Djaya
Pemain: Mang Udel, Rina Hassim, Aedy Moward, Ernie Djohan
Produksi: PT Matari Film
Sjuman Djaya menunjukkan sikap sosialnya lewat Si Mamad. Ia mengusung sebuah kisah komikal yang nyaris jadi tragedi. Sebuah tragikomik, begitu kira-kira sebutannya. Kisahnya seputar Mamad (Mang Udel) yang mengalami kesulitan hidup, lantas melakukan korupsi kecil-kecilan di kantonya. Sebagai orang kecil yang tak pernah berbuat tak jujur sebelumnya, Mamad amat merasa bersalah. Sebuah sikap yang kontras dengan sikap para petinggi yang sudah korupsi besar-besaran malah berlaku seolah tanpa dosa. Sebuah kritik sosial yang tetap aktual hingga kini. Yang membuat film ini punya nilai lebih, bila dilirik dari tahun kelahirannya, di awal Orde Baru. Buat ukuran tahun itu, kritik sosial macam begini terhitung jarang. Sjuman membalutnya jadi suguhan komedi. Sebuah langkah yang tak cuma aman, melainkan juga cerdas.
0 komentar:
Posting Komentar